Wednesday, February 10, 2016

Luka lama

Akhir-akhir ini,sangat menjamur berbagai kegiatan try out diadakan, baik yang berasal dari dinas pendidikan di setiap sekolah masing-masing, bimbingan belajar, atau dari himpunan mahasiswa dari setiap universitas yang juga mempromosikan kampus mereka. Para murid SMA kelas tiga pun sudah sibuk mempersiapkan bekal mereka untuk lulus dan memasuki perguruan tinggi pilihan mereka ; mulai dari belajar kelompok, ikut les, ikut bimbingan belajar , atau sekedar belajar di rumah. Ada pula yang rela pindah tempat bimbingan belajar dengan biaya yang fantastis yang menawarkan lulus dengan hasil memuaskan dan dijamin bisa masuk perguruan tinggi yang diinginkan dengan garansi 100%. WOW !

Namun, banyak juga diantara mereka yang hanya mengandalkan seleksi masuk perguruan tinggi jalur SNMPTN. Tidak ada yang salah jika mereka yakin bahwa nilai dan akreditasi sekolah mereka sudah mampu meloloskan mereka lewat jalur SNMPTN. Belajar dari pengalaman saya sewaktu kelas 3 SMA dulu, saya sangat mengandalkan jalur SNMPTN dan sungguh-sungguh tidak berniat untuk memahami apa itu SBMPTN dan Ujian Mandiri.

Apa yang terjadi? Saya GAGAL. Sebaris pernyataan warna merah terpampang setelah saya login alamat hasil SNMPTN di internet. Dengan kata awal MAAF saya sudah lemas melihatnya, Saya menangis tentu saja. Hasil itu membuat saya sakit hati dan depresi, Apa lagi yang harus saya lakukan? Saya belum mempersiapkan kegagalan ini sebelumnya. Hati saya tambah terluka saat mengetahui banyak teman-teman satu kelas yang lolos SNMPTN, saya sangat Down.

Life must go on, must not it ? Saya meneruskan hari dengan langkah yang berat. Teman-teman yang tidak lolos mulai mendaftar SBMPTN via online , saya pun ikut mendaftar. Banyak buku dari teman-teman yang sudah mendapat kursi di perguruan tingggi saya pinjam. Saya mempelajari nya walau tidak sungguh-sungguh. Hingga tiba hari dimana saya harus menghadapi lembaran soal yang akan menentukan nasib saya. saya gagal lagi. Ya, saya gagal masuk perguruan tinggi melalui jalur SBMPTN. Belum kering luka kemarin sudah perih lagi luka ini tersayat sembilu. Saya benar-benar bingung, putus asa dibuatnya.

Harusnya dari awal saya sudah tau kalau saya akan gagal, seorang guru mengatakan bahwa soal SBMPTN itu sangat sulit, apalagi saya harus mempelajari hal baru dengan mengambil jurusan yang bukan bidang saya. Ketika masih di SMA saya berada dalam kelas IPA dan saya memilih tipe soal Soshum, karena jurusan yang saya sukai berada dalam kriteria sosial.

Waktu berselang, saya mendaftar ujian UM-PTKIN. Mendaftarkan diri pada sebuah institusi islam yang tak sekalipun menarik minat saya. Soal dalam tes nya pun banyak yang berkaitan dengan agama, bahkan ada yang bertuliskan bahasa Arab yang tidak saya pahami satu soal pun.
Keberuntungan enggan menemani saya, saya gagal masuk ke perguruan tinggi tersebut. Banyak orang-orang yang tidak menyangka saya gagal dalam tes itu, Kami terlalu meremehkan kampus yang membuat saya sakit hati lagi.

Saya tidak punya rencana lagi. Saya tidak tertarik untuk mengambil jalur Ujian Mandiri karena isu biaya kuliahnya lebih mahal. Berhentilah saya pada kebingungan.

Tapi mimpi saya untuk bisa kuliah tahun ini lebih besar daripada isu tentang biaya UKT yang lebih mahal itu. Akhirnya saya mendaftar untuk mengikuti ujian mandiri di sebuah perguruan tinggi di Semarang. Waktu- waktu yang tersisa saya gunakan untuk belajar dengan giat. Malam yang sunyi setia menemani saya menambah pengetahuan tentang ilmu yang sama sekali belum saya kenali itu.
Pergi di pagi yang dingin,memohon restu orang tua, dan melawati berpuluh-puluh kilometer untuk sampe di kota tempat saya akan mengerjakan tes masuk.

Bahagia rasanya memiliki orang-orang yang setia mendukung usaha kita. Berangkat menggunakan motor bersama kakak perempuan saya membuat saya sangat bersyukur. Dalam hati saya terasa lagi luka yang hampir terlupa itu. Bagaimana jika aku gagal lagi, mau bilang apa pada orangtua dan teman-teman, apalagi pada kakak yang sudah mengantarku.
Memasuki ruang ujian membuatt saya mengingat lagi trauma akan kegagalan itu, membuka kenangan lama yang tak bakal terlupakan.

Apakah intuisi tidak pernah salah? Aku gagal lagi dalam tes masuk perguruan tinggi. Seperti inikah rasanya tersakiti berulang-ulang? Adakah khilaf yang pernah kulakukan sehingga ada yang tidak merestui keinginanku untuk kuliah? Bicara apa aku sampai menuduh orang dalam kegagalan yang kuterima.

Hidup memang harus berjalan, tapi bagaimana aku meneruskan hidup yang sangat tidak berpihak kepadaku ini?

Sekarang,
Saat aku menulis kisah pedih ini
Aku telah menjadi salah satu mahasiswa di sebuah institusi islam yang dulu pernah menolak ku
Aku berada diantara mereka yang juga memiliki kisah kelam sepertiku
Aku bangkit untuk menggapai hal yang tak pernah terpikirkan olehku
Memendam luka yang sampai saat ini belumjuga tekelupas
Meyakinkan diri bahwa semua akan baik-baik saja
Bahwa mimpi akan tetap tergapai walau dari arah yang berbeda




On Feb 10th, 2016
EstinaLa

No comments:

Post a Comment