Sunday, August 13, 2017

Keyla Series : Topeng Kegelapan

Hasil gambar untuk pelaku kejahatan siluet
pixabay.com

Aku masih ternganga melihat seorang lelaki terkapar di depanku. Darah yang keluar dari kepalanya menggenang di sudut ruangan. Perutku mual, ingin muntah, kepalaku mulai berat dan pandanganku tak lagi jelas. Aku terhuyung ke kanan. hal terakhir yang kusadari adalah tembok di sampingku dengan gagah menerima badanku yang jatuh perlahan.

 ###

Kampus hari ini ramai oleh para mahasiswa baru. Mereka lalu lalang ke tempat-tempat dengan sinyal wifi terbaik. Ruang akademik di penuhi oleh mahasiswa tua yang akan mendaftar sidang untuk mengejar wisuda tiga bulan lagi. Ruangan dosen sastra hanya diisi oleh satu sekretaris jurusan dan satu mahasiswa semester 5.



"Oke Key, storyboard-nya saya tunggu dua hari lagi, bisa?"

"bisa, pak." jawabku yakin dengan penuh semangat.

Aku melangkah keluar ruang dosen lima menit berikutnya, setelah sedikit ngbrol ngalor-ngidul. 

Seperti cuaca hari ini yang cerah, hatiku berbunga setelah mendapat persetujuan dosen pembimbing  tentang projek film yang akan kuajukan di lomba nasional, semua berjalan dengan lancar. dan sepertinya semesta mendukung perasaanku agar lebih berbahagia lagi. Seorang lelaki berjalan dari parkiran motor ke arahku, oh bukan, ke arah bangunan yang terletak di antara aku dan dia. Lima meter lagi kami akan berpapasan dan aku bisa menyapanya, seseorang yang aku suka.

Tapi Tuhan maha membolak-balikkan hati. tepat di depan pintu gedung laboraturium, seorang gadis keluar, berjalan sedikit berlari, menghampiri lelaki yang telah lama kupandangi, memeluknya. Aku membalikkan badan, cuaca berubah mendung.


###

Aku bertemu lagi dengan mas Huda, seseorang yang telah menyita perhatianku sejak orientasi mahasiswa. Seseorang yang gagal kusapa tempo hari.  Dia orang yang ramah kepada semua orang, pun kepadaku.


Aku ingin menyapanya, taapi sepertinya dia sedang menerima telepon dari orang lain. Aku mulai mengikutinya. Dia berjalan ke luar kampus, entah apa yang terjadi, aku terus mengikutinya 


###

Aku tak tahu apa yang terjadi, aku terbaring di atas kasur dengan pakaian serba putih dengan lengan yang sangat panjang, hingga bisa mengekang tubuhku agar tidal bergerak. Aku diikat di atas kasur. Suara langkah kaki terdengar mendekat ke ruangan tempatku berada. Derak pintu terbuka terdengar halus, namun cahaya yang masuk menyilaukan mata.


Seorang lelaki paruh baya dengan pandangan bersahabat menatap kearahku, memandang sekilas dan tersenyum. Dia mempersilahkan seorang perempuan cantik untuk masuk. Aku menegenalnya. dan aku mulai ingat semuanya.


Dua hari yang lalu aku tersadar di rumah sakit kota, sehari kemudian aku dibawa oleh dokter ke ruangan lain. Searangkaian tes di berikan kepadaku, seorang dokter lelaki mengajakku berbicara, dokter yang berbeda, menanyakan hal-hal yang tak kumengerti. Kemudian aku mengamuk, menyambar apapun yang ada di meja dan mengarahkannya kepada dokter itu. Aku menangis dan berteriak. Dokter itu, yang kini berada dihadapanku dengan seorang wanita cantik bermata sayu perlahan mendekat. Wanita cantik itu mendekat dua langkah ke ranjangku, meninggalkan dokter di belakangnya. Raut mukanya berubah, menjadi kemerahan. Aku tidak terlalu paham apakah itu sedih yang sangat atau marah. Matanya berair dan hampir menetes, setelah menarik napas dalam dia menatapku.


"Kak" sapaku ramah saat kami saling pandang.

"Key ... " kalimatnya tertahan, isaknya semakin dalam.

"Kenapa kak?" aku mengenalnya, dia adalah kakak tingkatku di kampus, kekasih mas Huda. Kami berteman baik, Aku menanyainya dengan ramah.

"Bagaimana bisa..."

"Apa kak? bagaimana bisa apa?"

"Bagaimana bisa kau menyapaku ramah sementara dua hari lalu kau ditemukan di tempat kematian Huda dan sidik jarimu ada di batu yang digunakan untuk memukul Huda?" dis berteriak ke arahku kemudian menangis, air matanya tak bisa tertahankan.

"Kak, aku juga terluka kehilangan mas Huda" jawabku menenangkannya

"Tidak Key, kau gila, kau gila"


Dokter menarik wanita cantik itu keluar ruangan, menenangkan perasaannya. Sepuluh detik kemudian aku tak mendengar suara tangisannya. Dia cantik, namun kadang terlalu cerewet, aku benci.

10 comments: