http://jogja.tribunnews.com/2019/01/10/benarkah-anak-nakal-cenderung-sukses-ini-kata-para-ahli |
Beberapa hari lalu saya mendapat tugas kuliah untuk turun
lapangan mencari subjek tunalaras. Tunalaras merupakan keadaan dimana individu mengalami
hambatan dalam mengendalikan emosi dan control social. Biasa disebut “anak
nakal”. Namun gangguan ini merupakan keadaan yang berlangung dalam waktu yang relative
lama.
Saya mencoba mencari subjek di lapas wanita dan anak daerah
Semarang, namun informasi yang kami dapat bahwa lapas anak tersebut sudah dipindahkan. Kemudian saya mendapatkan subjek di salah satu sekolah luar biasa (SLB) yang
bertipe E. Saya juga baru tau bahwa ternyata ada sekolah yang khusus bagi
mereka yang kurang mampu mengontrol emosinya dan tidak menaati peraturan yang
ada. Singkat cerita, setelah saya datang ke sekolah dan melakukan
observasi dan wawancara dengan orangtua dan wali kelasnya diketahui bahwa sang
anak sering tidak mampu menjaga perilakunya untuk “mengganggu”(memukul tanpa
alasan jelas) teman-temannya dan sering marah-marah.
Keadaan ini mulai dirasakan orangtua pada saat anak berusia
2,5 tahun. Anak mulai menangis (tantrum) jika meminta sesuatu namun tidak
dipenuhi. Hal ini membuat keduaorangtua anak menjadi mudah marah dan sering
memarahi anaknya. Semakin anak sering dimarahi oleh orangtuanya ketika dia
tantrum atau ‘ngambek’ semakin sering “perang” terjadi. Hal ini berlangsung beberapa tahun hingga orangtua yang mendapat saran psikolog untuk mulai "mengalah" ketika anak mulai marah.
Hal unik yang saya ketahui dari anak ini adalah IQ nya yang
tinggi, 128. Hal ini menunjukan bahwa sang anak memiliki kecerdasa yang bisa dikembangkan
oleh orangtuanya. Walau belum ada penelitian lebih lanjut, namun seorang dosen
dari kampus ternama di Indonesia menyatakan bahwa anak tunalaras biasanya
memiliki IQ tinggi.
Hal ini menjadi ironi ketika sebenarnya ada potensi yang
bisa digali lebih. Pola asuh yang diterapkan oleh orangtua sangat berperan
dalam pengembangan emosi dan perilaku anak kedepannya. Memang tidak sepenuhnya
salah orangtua sehingga anak bisa menjadi demikian. Namun alangkah baiknya jika
kita lebih mampu mengenal kelebihan dan kekurangan anak dengan intervensi yang
tepat pula.
Memarahi anak ketika sedang tantrum tentunya bukan satu-satunya alasan mengapa anak menjadi "nakal" dan kurang mampu mengendalikan emosi.
Waaww. Mbak Estina. Ini artikel yang sangat menarik dan saya harap bisa lebih panjang dari ini.
ReplyDeleteAnak saya, entah bagaimana ya menjelaskannya, seolah2 energinya gak habis, sangat aktif sehingga lekat sekali dia sama istilah nakal. Saya sebagai ibunya merasa bahwa anak ini cerdas cuma belum menemukan penyaluran yang pas.
Waaa, anak yang saya observasi juga mendapat diagnosis psikolog "sangat aktiv" tapi belum sampe ke hiperaktif. Boleh di tes IQ atau bakat minat ke psikolog mba Sab. Nanti tinggal improve anaka sukanya kemana
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteBun 😂😂😂
DeleteSave dulu. Sangat bermanfaat untuk saya kelak nih #eh🙈
ReplyDelete