Wednesday, November 7, 2018

Nayla Series : Melepasmu



Aku selalu suka sore hari yang cerah. Dimana lelah dapat besandar dan orang-orang terkasih dapat bertemu. Seperti sore ini, aku keluar dari tempat kerja dan menuju taman pinggir jalan. Matahari yang mulai menguning menjadi pemanis daun yang berguguran. Seseorang dari arah yang sama datang mendekat.


“hai Nay, udah lama?” sapa mas Randi. Seseorang yang ku kenal di tempat kerja part-time tiga bulan yang lalu.


“baru kok” jawabku mencoba santai. Aku tak pernah benar-benar biasa saja jika berbicara dengannya. Kami jarang bertemu karena memang berbeda divisi, chattingan pun bisa jadi hanya seminggu sekali. Kami bertemu saat rapat salah satu projek di awal kedatanganku. Awalnya aku biasa saja dengan kehadirannya, namun semakin sering bertemu di projek yang sama aku semakin mengaguminya. Entah suka, kagum atau cinta, ah aku tidak berani berkata cinta, dia adalah lelaki dewasa berumur 28 tahun sedangkan aku mahasiswi semester 7 yang masih mager untuk mengerjakan skripsi. Satu lagi, aku bukan tipe orang yang percaya pada kata pacaran, pun sepertinya dia demikian. Aku mencoba menjaga perasaanku untuk tidak terluka.


Pagi tadi, mas Randy mengirimiku pesan, dia ingin bertemu denganku sore ini, aku menyanggupinya.


“Nay, entah bagaimana mengatakannya. Tapi jika aku boleh jujur aku ingin kau mejadi pasangan hidupku. Kita akan ke Semarang dan ku kenalkan kau dengan kedua orangtuaku. Aku ingin kau menjadi istriku. Menjadi ibu dari anak-anakku kelak. Aku ingin kita menikah.”


Deg


Betapa senang hatiku. Orang yang selama ini ku kagumi ternyata memiliki perasaan yang sama. Mas Randy tidak pernah menampakkan perasaannya selama ini. Dan tiba-tiba dia mengatakan hal ini. Tuhan, cobaan atau hadiah kah sore ini?


Aku diam sesaat, menghapus butir air mata yang menumpuk di ujung mata dan menarik nafas, mencobab menenangkan diri.


“Aku nggak tau mas. Kalau boleh dibilang, mungkin ya, aku tertarik denganmu, bisa jadi cinta. Tapi masih ada tanggungjawab yang harus ku selesaikan kepada kedua orangtuaku. Pun aku paham posisimu dihadapan orangtuamu. Aku benar-benar nggak tau mas.”


“itu bukan hal sulit Nay. Aku bisa menunggu hingga kau lulus kuliah”


“Aku tidak bisa membuatmu menungguku hingga lulus kuliah, mas. Aku tidak bisa menjajikan apa-apa kelak, walau saat ini aku juga memiliki rasa yang sama”


Sial, mengapa jadi serumit ini mendapatkan hal yang sudah sering kau bayangkan. Mas Randy masih menatapku, sudah ingin menangis saja raanya diriku.


“beri aku waktu mas”


“untuk apa? Kau meragukan penantianku? Aku ada saat kau datang kapan saja Nay”


Arghh, lelaki macam apa yang berkata seperti itu?


“Ok. Tapi … jika benar kau ingin menungguku, aku ikhlas, jika dalam penantianmu itu … kau menemukan wanita yang lebih baik dariku. Tak perlu meminta ijin kepadaku, karna itu akan menyakitkanku, pilih dia mas.”



Angin sore berhembus pelan, aku masih menjaga agar benteng pertahanan ini tidak jebol dan banjir di pipi. Mas Randy hanya diam setelah jawabanku. Dia tau benar, dia pasti tau benar apa yang ku katakan.